Sabtu, 21 Maret 2020

RUMAH SAKIT TIDAK BOLEH MENOLAK PASIEN !!!


Beberapa Hari terakhir sempat Viral video tentang Pasien meninggal yang di sinyalir setelah di tolak Rumah Sakit dengan alasan Ruangan Penuh, lalu apakah ada aturan jika seorang pasien di tolak oleh Rumah Sakit ???,

Team kami mencoba menelaah dari berbagai aturan yg ada,

Mari simak Penjelasannya ....

Apakah rumah sakit boleh menolak atau meminta uang muka kepada pasien saat dalam keadaan darurat/kritis ?

Jawab :
Tidak boleh. Dasar hukumnya Pasal 32 ayat 1 dan 2 Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (UU Kesehatan), berbunyi :
Pasal 32 ayat 1 :
“ Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta wajib memberikan pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan pencatatan terlebih dahulu. ”

Pasal 32 ayat 2 :
" Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta dilarang menolak pasien dan/atau meminta uang muka. ”

Selain itu Pasal 29 ayat (1) huruf f Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (UU Rumah Sakit) yang mengatur tentang Kewajiban Rumah Sakit, dengan tegas menyatakan Rumah sakit wajib memberikan fasilitas pelayanan pasien gawat darurat tanpa uang muka.

Selengkapnya Pasal 29 ayat (1) huruf f :
“ Setiap Rumah Sakit mempunyai kewajiban : melaksanakan fungsi sosial antara lain dengan memberikan fasilitas pelayanan pasien tidak mampu/miskin, pelayanan gawat darurat tanpa uang muka, ambulan gratis, pelayanan korban bencana dan kejadian luar biasa, atau bakti sosial bagi misi kemanusiaan ;” 

Berdasarkan bunyi pasal di atas, jelas bahwa dalam keadaan darurat rumah sakit seharusnya tidak boleh menolak pasien dan/atau meminta uang muka, sebab dalam keadaan darurat/kritis yang menjadi tujuan utama adalah penyelamatan nyawa atau pencegahan pencacatan terlebih dahulu.

Langkah Hukum yang bisa di tempuh :
Apa langkah hukum yang bisa diambil pasien, apabila rumah sakit menolak atau meminta uang muka kepada pasien padahal sedang dalam keadaan kritis/darurat ?

Pasien bisa menuntut Rumah Sakit baik secara perdata maupun secara pidana. Dasar hukumnya, Pasal 32 huruf q Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (UU Rumah Sakit), berbunyi :
“ Setiap pasien mempunyai hak: menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun pidana ;”.

Secara perdata, Pasien bisa mengajukan gugatan ke pengadilan atau melalui Badan penyelesaian sengketa konsumen terhadap rumah sakit yang akibat tindakannya telah merugikan pasien (lihat juga pasal 1365 KUH Perdata)

Atau bisa juga menempuh jalur pidana dengan melaporkan pimpinan rumah sakit dan/atau tenaga kesehatannya ke polisi.
Dasar hukumnya Pasal 32 ayat 2 jo Pasal 190 ayat 1 dan 2 Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, berbunyi :
Pasal 32 ayat 2 :
“ Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta dilarang menolak pasien dan/atau meminta uang muka ”

Pasal 190 ayat (1) :
“ Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan yang melakukan praktik atau pekerjaan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang dengan sengaja tidak memberikan pertolongan pertama terhadap pasien yang dalam keadaan gawat darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) atau Pasal 85 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).”

Ayat (2) :
“ Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan terjadinya kecacatan atau kematian, pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”.
Berdasarkan pasal di atas, jelas bahwa pimpinan rumah sakit dan/atau tenaga kesehatan yang menolak pasien dan/atau meminta uang muka, dapat dituntut secara pidana dengan ancaman pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak dua ratus juta rupiah. Dan apabila hal tersebut menyebabkan terjadinya kecacatan atau kematian pada pasien, maka ancaman pidananya lebih berat yaitu pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak satu miliar rupiah.

Sekian semoga bermanfaat.

Dasar Hukum:
- Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
- Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
[1] Pasal 1 angka 2 UU Rumah Sakit :
“ Gawat Darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan medis segera guna penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan lebih lanjut.”
[2] Pasal 1 angka 1 UU Rumah Sakit :
“ Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.”
_______________________________________
Layanan Konsultasi & Bantuan Hukum terkait Permasalahan Hukum Pidana, Perdata (Tanah & Perjanjian), Perceraian (Hak Asuh Anak & Gono-gini) & Permasalahan Hukum lainnya ...
Telfon & WA : https://wa.me/6287764734065
#Pengacara
#PengacaraDemak
#PengacaraSemarang
#PengacaraKudus
#PengacaraJepara
#PengacaraPati
#PengacaraPurwodadi
#PengacaraKendal
#PengacaraUngaran
#PengacaraAmbarawa
#PengacaraJawaTengah
#PengacaraIndonesia
#ZonaKerjaTidakTerbatas
#DavinciIndonesia

Sabtu, 29 Februari 2020

HUKUM MENYEBARKAN FOTO/VIDEO YANG BERBAU PORNOGRAFI MELALUI MEDIA SOSIAL



Pornografi sudah diatur secara tegas oleh UU Pornografi yang sudah secara tegas termaktub dalam Pasal 4 ayat (1) yang menyatakan:

Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjual belikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat:
d. ketelanjangan atau tampilan yang telanjang

Jadi secara harfiah berdasarkan pasal di atas, yang dilarang adalah berbagai bentuk yg mencerminkan suatu pornografi Ataupun ketelanjangan di publik, secara tidak lain berbagai bentuk media non konvensional ataupun konvensional.

Dalam pelanggaran pasal tersebut diatas, Melanggar ketentuan Pasal 4 ayat (1), dapat dijerat sanksi pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 12 tahun, dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 250 Juta dan paling banyak Rp. 6 miliar. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 29 UU Pornografi.

Kemudian dalam pembaharuan hukum dalam era digital lahirlah UU ITE, yg dalam hal di tentukan dalam pasal 27 ayat 1 UU ITE yang mengatur sebagai berikut:

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.

Pelanggaran pasal di atas ada ancaman sanksi pidananya di Pasal 45 ayat (1) UU ITE berupa penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar.

@DAVINCI.INDONESIA

_________________________________________
Layanan Konsultasi & Bantuan Hukum terkait Permasalahan Hukum Pidana, Perdata (Tanah & Perjanjian), Perceraian (Hak Asuh Anak & Gono-gini), Fidusia/perjanjian kredit & Permasalahan Hukum lainnya ...

Silahkan atur jadwal ketemu atau jika berada diluar kota silahkan bisa hubungi langsung di Call Center kantor kami :
Telfon & WA : https://wa.me/6287764734065

#Pengacara
#PengacaraSemarang
#PengacaraDemak
#PengacaraKudus
#PengacaraJepara
#PengacaraPati
#PengacaraPurwodadi
#PengacaraKendal
#PengacaraUngaran
#PengacaraAmbarawa
#PengacaraJawaTengah
#PengacaraIndonesia
#LembagaPerlindunganKonsumen
#ZonaKerjaTidakTerbatas
#PerlindunganHukum
#DavinciIndonesia

Minggu, 02 Februari 2020

Apakah Permohonan Cerai Talak bisa di terima atau Gugur Jika Suami Tidak Mengucapkan Ikrar Talak Setelah Pengadilan Mengabulkan Permohonan Cerai Suami


      Perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Pasal 1 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan). Dalam perkawinan tersebut tidak jarang juga yang berujung kepada sebuah perceraian, Dan proses perceraian itu dapat diajukan oleh suami maupun istri dalam kehidupan berkeluarga ketika terdapat keadaan atau hal yang dapat menyebabkan kehidupan rumah tangga tersebut tidak bisa dipertahankan lagi.

      Sebelum memasuki pembahasan terkait judul diatas, Penulis ingin menjelaskan terlebih dahulu bahwa Permohonan Cerai Talak itu masuk kepada ruang lingkup peradilan agama. Peradilan Agama yang dimaksud oleh penulis adalah peradilan bagi orang-orang yang beragama Islam. Artinya Permohonan Cerai talak itu hanya berlaku bagi seorang suami yang beragama Islam yang akan menceraikan istrinya dan mengajukan permohonan cerai tersebut kepada Pengadilan Agama yang ketentuannya diatur dalam Undang-Undang terkait sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam.

      Dan Terkait judul diatas yang dibahas oleh penulis, Kenapa Permohonan cerai talak gugur jika suami tidak mengucapkan ikrar talak setelah pengadilan menetapkan permohonan tersebut dikabulkan ?

     Dasar hukumnya ialah tertuang di dalamPasal 70 ayat 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama yang berisi :

"Jika suami dalam tenggang waktu 6 (enam) bulan sejak ditetapkan hari sidang penyaksian ikrar talak, tidak datang menghadap sendiri atau tidak mengirim wakilnya meskipun telah mendapat panggilan secara sah atau patut maka gugurlah kekuatan penetapan tersebut, dan perceraian tidak dapat diajukan lagi berdasarkan alasan yang sama."

       Selain pasal diatas, didalam Pasal 131 ayat 4 KHI (Kompilasi Hukum Islam) juga mengatur hal tersebut , isinya ialah :

"Bila suami tidak mengucapkan ikrar talak dalam tempo 6 (enam) bulan terhitung sejak putusan Pengadilan Agama tentang izin ikrar talak baginya mempunyai kekuatan hukum yang tetap maka hak suami untuk mengikrarkan talak gugur dan ikatan perkawinan tetap utuh".

      Artinya setelah permohonan cerai talak yang diajukan oleh suami tersebut dikabulkan dan memperoleh kekuatan hukum tetap (pihak istri tidak mengajukan upaya hukum), Pengadilan menentukan hari sidang penyaksian ikrar talak, dengan memanggil para pihak terkait. Dan jikalau suami dalam tenggang waktu yang diatur dalam undang-undang tersebut tidak hadir meskipun sudah dipanggil secara sah dan tidak melaksanakan apa yang tercantum dalam undang-undang diatas, Maka gugur lah kekuatan penetapan tersebut dan suami tersebut tidak dapat mengajukan permohonan cerai talak kembali dengan alasan yang sama.

      Dengan alasan yang sama itu maksudnya ialah dalil atau alasan untuk bercerai tidak boleh sama, seperti contoh alasan bercerai ialah karena Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan tidak boleh diajukan lagi dalam permohonan cerai talak baru. Karena nanti akan memenuhi asasNebis In Idem, sehingga permohonan cerai talak tersebut akan dinyatakan tidak dapat diterima nantinya. Dan pada kesimpulannya tentunya mengucapkan ikrar talak ialah wajib bagi seorang suami yang akan menceraikan istrinya karena diatur di dalam undang-undang yang berlaku saat ini seperti yang telah dijelaskan diatas oleh penulis sebelumnya.


Demikian Semoga Bermanfaat, Terimakasih .

02 February 2019

Dasar Hukum :
  1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
  2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama.
  3. KHI (Kompilasi Hukum Islam).



________________________________________

Layanan Konsultasi & Bantuan Hukum terkait Permasalahan Hukum Pidana, Perdata (Tanah & Perjanjian), Perceraian (Hak Asuh Anak & Gono-gini), Fidusia/perjanjian kredit & Permasalahan Hukum lainnya ...

Silahkan atur jadwal ketemu atau jika berada diluar kota silahkan bisa hubungi langsung di Call Center kantor kami :

Telfon & WA : https://wa.me/6287764734065

#Pengacara
#PengacaraDemak
#PengacaraSemarang
#PengacaraKudus
#PengacaraJepara
#PengacaraPati
#PengacaraPurwodadi
#PengacaraKendal
#PengacaraUngaran
#PengacaraAmbarawa
#PengacaraJawaTengah
#PengacaraIndonesia
#LembagaPerlindunganKonsumen
#ZonaKerjaTidakTerbatas
#PerlindunganHukum

Jumat, 03 Januari 2020

PENGGOLONGAN NARKOTIKA MENURUT UU No. 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA


Isu narkotika sudah lama menjadi permasalahan yang sangat menakutkan bagi negeri ini. Perkembangannya yang sangat begitu signifikan merebak dari kota sampai ke desa, penggunanya pun tak mengenal strata sosial, umur maupun jenis kelamin sehingga mengakibatkan jeratannya mulai dari artis, pilot, pejabat, rakyat biasa, hingga oknum penegak hukum pun banyak yang terjebak dalam jeratan obat terlarang tersebut.

Sebagai wujud dari keseriusan negara untuk menangani permasalahan narkotika yang semakin merebak sampai ke pelosok negeri, maka aturan yang telah ada sebelumnya yakni UU No. 7 tahun 1997 diperbaharui dengan dibuat dan disahkannya UU No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika.

Narkotika sendiri menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika(“UU 35/2009”), adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini.

Penggolongan Menurut Pasal 6 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yaitu :

  1. Narkotika Golongan I adalah narkotika yang hanya digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai potensi yang sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.
  2. Narkotika Golongan II adalah narkotika berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi yang tinggi mengakibatkan ketergantungan.
  3. Narkotika Golongan III adalah narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengembangan pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan.


_______________________________________

Layanan Konsultasi & Bantuan Hukum terkait Permasalahan Hukum Pidana, Perdata (Tanah & Perjanjian), Perceraian (Hak Asuh Anak & Gono-gini) & Permasalahan Hukum lainnya ...

Telfon & WA : https://wa.me/6287764734065
#Pengacara
#PengacaraDemak
#PengacaraSemarang
#PengacaraKudus
#PengacaraJepara
#PengacaraPati
#PengacaraPurwodadi
#PengacaraKendal
#PengacaraUngaran
#PengacaraAmbarawa
#ZonaKerjaTidakTerbatas
#DavinciIndonesia

MENELAAH TINDAK PIDANA PENIPUAN DAN PENGGELAPAN



Secara Harfiah Tindak pidana penipuan & penggelapan diatur dalam pasal berbeda, karena keduanya memiliki unsur tindak pidana yang sangatlah berbeda, dalam hal penipuan diatur dalam Pasal 378 KUHP, sedangkan tindak pidana penggelapan diatur Pasal 372 KUHP.

Dilihat dari motifnya, tindak pidana penipuan bertujuan untuk mendapatkan keuntungan, dengan mendapatkan barang, diberikan utang, maupun dihapus utang. Orang yang melakukan tindak pidana penipuan diancam penjara maksimal 4 tahun. Pasal 378 KUHP selengkapnya berbunyi sebagai berikut:

"Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun."

Sedangkan tindak pidana penggelapan, dilihat dari motifnya bertujuan untuk memiliki barang atau uang yang ketika itu ada dalam penguasaannya yang mana barang/uang tersebut sebenarnya adalah kepunyaan orang lain. Pelaku tindak pidana penggelapan diancam penjara maksimal 4 tahun. Selengkapnya Pasal 372 KUHP berbunyi:

"Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah."
_______________________________________
Layanan Konsultasi & Bantuan Hukum terkait Permasalahan Hukum Pidana, Perdata (Tanah & Perjanjian), Perceraian (Hak Asuh Anak & Gono-gini) & Permasalahan Hukum lainnya ...

Telfon & WA : https://wa.me/6287764734065
#Pengacara
#PengacaraDemak
#PengacaraSemarang
#PengacaraKudus
#PengacaraJepara
#PengacaraPati
#PengacaraPurwodadi
#PengacaraKendal
#PengacaraUngaran
#PengacaraAmbarawa
#ZonaKerjaTidakTerbatas
#DavinciIndonesia

Kamis, 02 Januari 2020

PENGAJUAN CERAI DI PENGADILAN HARUS MEMPUNYAI ALASAN CERAI


Untuk dapat mengajukan perceraian ke pengadilan perlu adanya alasan cerai. Tanpa alasan cerai yang dibenarkan hukum dan undang-undang maka perceraian tidak dapat dikabulkan oleh pengadilan. Untuk itu penting kiranya sebelum mengajukan cerai ke pengadilan, terlebih dahulu mengetahui tentang alasan cerai yang sesuai dengan ketentuan hukum.

Alasan cerai menurut hukum dalam pasal 19 Peraturan Pemerintah nomor 9 tahun 1975 tentang Perkawinan adalah :

  1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan; 
  2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya;
  3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
  4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain;
  5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri;
  6. Antara suami dan isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga ;


Dan khusus bagi umat Islam, selain alasan cerai diatas, terdapat alasan cerai tambahan sesuai ketentuan pasal 116  Kompilasi Hukum Islam yaitu :

  1. Suami melanggar taklik talak;
  2. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak-rukunan dalam rumah tangga. 


Demikian, alasan cerai menurut hukum dan undang-undang di Indonesia.

Salam, semoga bermanfaat.

______________________________________
Layanan Konsultasi & Bantuan Hukum terkait Permasalahan Hukum Pidana, Perdata (Tanah & Perjanjian), Perceraian (Hak Asuh Anak & Gono-gini) & Permasalahan Hukum lainnya ...

Telfon & WA : https://wa.me/6287764734065
#Pengacara
#PengacaraDemak
#PengacaraSemarang
#PengacaraKudus
#PengacaraJepara
#PengacaraPati
#PengacaraPurwodadi
#PengacaraKendal
#PengacaraUngaran
#PengacaraAmbarawa
#ZonaKerjaTidakTerbatas
#DavinciIndonesia

Rabu, 01 Januari 2020

ARAH BARU PEMERIKSAAN DISPENSASI KAWIN

PERMA NO. 5  Tahun 2019 memberikan wajah baru bagi Hakim dalam memeriksa Permohonan Dispensasi Kawin (Anak) di Pengadilan. Kegundahan para pihak, terutama yang sensitif terhadap Hak-hak anak, tentunya merasa lega atas lahirnya Perma ini.

Dalam memeriksa permohonan dispensasi kawin, Majelis Hakim wajib mempertimbangkan apa yang terbaik bagi anak (Pasal 13 ayat 1a dan Pasal 14). Bila hal demikian tidak dijalankan, maka penetapan yang dikeluarkan dinyatakan batal demi hukum (Pasal 13 ayat 3). Hakim secara ex officio, juga dapat melibatkan pendamping bagi anak. Agar anak lebih nyaman dan aman dalam pemeriksaan persidangan.

Anak bukanlah objek melainkan subjek yang merdeka dapat menentukan sendiri mana yang terbaik bagi anak. Mereka harus diberikan ruang untuk didengar suaranya. Suara mereka harus dipertimbangkan oleh Majelis Hakim dalam membuat penetapan.

Bagi kami, lahirnya PERMA ini akan memberikan jalan lempang untuk mengurai benang kusut permohonan dispensasi kawin di Pengadilan.

https://www.facebook.com/103190367797027/posts/125072798942117/

DAVINCI INDONESIA
_________________________
Layanan Konsultasi & Bantuan Hukum terkait Permasalahan Hukum Pidana, Perdata (Tanah & Perjanjian, dll), Perceraian (Hak Asuh Anak & Gono-gini) & Permasalahan Hukum lainnya ...

Telfon & WA : https://wa.me/6287764734065

#PengacaraSemarang
#PengacaraDemak
#PengacaraKudus
#PengacaraJepara
#PengacaraPati
#PengacaraPurwodadi
#PengacaraKendal
#PengacaraUngaran
#PengacaraAmbarawa
#ZonaKerjaTidakTerbatas